MULTIMEDIA PEMBELAJARAN REVOLUSI INDUSTRI ERA 4.0
Revolusi
Industri
Sejarah
revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0.
Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0
ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi
aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi
mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas
manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir
menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi
manufaktur (Hermann et al, 2015; Irianto, 2017). Istilah industri 4.0 berasal
dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan
komputerisasi manufaktur. Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai
dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1)
peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya
analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru
antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke
dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Lifter dan Tschiener (2013)
menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja,
dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses
produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri. Hermann et al
(2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama,
interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang
untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things
(IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi,
keamanan, dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem
informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model
digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi.
Ketiga, bantuan teknis yang meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan untuk
mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar
untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu
singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai
tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c)
meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang
merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan
menjalankan tugas seefektif mungkin. Industri 4.0 telah
memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel (Kagermann et al,
2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan
manusia (Sung, 2017). Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengontrol
proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu dengan melakukan penyatuan
dan penyesuaian produksi (Kohler & Weisz, 2016). Selanjutnya, Zesulka et al
(2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada tiga faktor yang saling terkait
yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik sederhana menuju
jaringan ekonomi dengan teknik kompleks; 2) digitalisasi produk dan layanan;
dan 3) model pasar baru.
Revolusi
digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari industri 4.0.
Disebut revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi
pencatatan di semua bidang. Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi
karena otomatisasi dan konektivitas di sebuah bidang akan membuat pergerakan
dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak linear. Salah satu
karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan
atau artificial intelligence (Tjandrawinata, 2016). Salah satu bentuk
pengaplikasian tersebut adalah penggunaan robot untuk menggantikan tenaga
manusia sehingga lebih murah, efektif, dan efisien.
Tantangan
dan Peluang Industri 4.0
Kemajuan
teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua bidang. Teknologi
dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi secara
fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia (Tjandrawinata,
2016). Industri 4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas
manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari
pengalaman hidup sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian
(uncertainty) global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk
memprediksi masa depan yang berubah sangat cepat. Tiap negara harus merespon
perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor
publik, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri
4.0 dapat dikelola menjadi peluang. Wolter mengidentifikasi tantangan industri
4.0 sebagai berikut; 1) masalah keamanan teknologi informasi; 2) keandalan dan
stabilitas mesin produksi; 3) kurangnya keterampilan yang memadai; 4)
keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan; dan 5) hilangnya
banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi (Sung, 2017).
Menristekdikti menjelaskan ada lima elemen
penting yang harus menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi
Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif
di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT),
Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic,
mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan
perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data
literacy, technological literacy and human literacy.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
Daftar Pustaka
Aoun, J.E. (2017). Robot-proof: higher
education in the age of artificial intelligence. US: MIT Press.
Kagermann,
H., Wahlster, W., & Helbig, J.(2013). Recommendations for Implementing the
Strategic Initiative Industrie 4.0. Industrie 4.0 Working Group, Germany.
Tjandrawina,
R.R. (2016). Industri 4.0: Revolusi industri abad ini dan pengaruhnya pada
bidang kesehatan dan bioteknologi. Jurnal Medicinus, Vol 29, Nomor 1, Edisi
April.
Sung,
T.K. (2017). Industri 4.0: a Korea perspective. Technological Forecasting and
Social Change Journal, 1-6.
Permasalahan :
1.
Bagaiman
tantangan yang dihadapi pengajar/pendidik disaat memasuki revolusi industri era 4.0?
2.
Apakah
disaat revolusi industri era 4.0 seorang pendidik harus lebih pandai menguasai
TIK? Serta bagaimana pembelajaran di kelas, apakah akan ada perubahan yang
signifikan dari segi pendidik mengajar?
3.
Apa
keuntungan dan kerugian memasuki revolusi industri era 4.0 bagi dunia
pendidikan?
Baiklah, saya ingin menangggapi permasalahan anda yang pertama. Menurut pendapat saya era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
BalasHapusPendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal: a) menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan.
Untuk bisa menghadapi semua tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas. Pasalnya, di era revolusi industri 4.0 profesi guru makin kompetitif.
Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan di era 4.0. Kelimanya meliputi:
(1) Educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini;
(2) Competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa;
(3) Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional;
(4) Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan lain sebagainya.
(5) Cconselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.
Saya akan menjawab pertanyaan nomor 3.
BalasHapusDampak Positif Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan
Informasi yang dibutuhkan untuk menjadi lebih cepat dan lebih mudah dalam mengakses tujuan pendidikan.
Inovasi dalam pembelajaran tumbuh di hadapan e-learning inovasi yang lebih memudahkan proses pendidikan.
Kemajuan TIK juga akan memungkinkan pengembangan teleconference kelas virtual atau kelas yang berbasis yang tidak memerlukan pendidik dan peserta didik berada dalam satu ruangan.
Sistem administrasi pada lembaga pendidikan akan lebih mudah dan lancar karena penerapan sistem TIK.
Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber pengetahuan dan pendidikan pusat.
Munculnya metode pembelajaran yang baru, yang memungkinkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi menciptakan metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi yang abstrak, karena materi dapat dibuat dengan bantuan teknologi abstrak.
Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka. Dengan kemajuan teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dan guru, tetapi juga dapat menggunakan layanan pos, internet dan lain-lain.
Mengurangi lag dalam penggunaan TIK dalam pendidikan dibandingkan dengan negara-negara berkembang dan negara maju lainnya.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Dampak Negatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Pendidikan
Ada biaya besar yang terlibat antara siswa miskin dan pendidikan yang bisa berakhir menjadi kerugian. Hal ini sering disebut sebagai faktor kesenjangan digital. Beberapa dampak negatif dari da Komunikasi Teknologi Informasi dalam pendidikan, antara lain:
Pertimbangkan penggunaan TI dalam pendidikan, khususnya bagi anak-anak yang masih berada dalam kendali sementara membuat pembelajaran dengan TI. Analisis pro dan kontra penggunaan.
Mahasiswa dan kadang-kadang guru, bisa aspek adiktif teknologi, bukan isi pelajaran. Hanya karena topik dapat diajarkan melalui TI, itu tidak berarti bahwa itu diajarkan secara efektif melalui TI. Bahkan jika subjek dapat diajarkan secara efektif melalui TI, dan ada uang yang tersedia, itu tidak berarti bahwa selalu ada manfaat untuk itu. Ada banyak penelitian atau studi yang dilakukan untuk melihat dan melihat apakah penggunaan TIK dapat meningkatkan pembelajaran.
Perlu untuk tujuan yang jelas. TI dipandang kurang efektif (atau tidak efektif) saat tujuan penggunaannya tidak jelas.